REORIENTASI DAN REDESAIN PEREKONIMIAN INDONESIA BERKAITAN DENGAN JATI DIRI PEREKONOMIAN BANGSA INDONESIA DAN AMANDEMEN PASAL 33 & UUD 1945
Oleh: Ayu Dwidyah Rini, M.Pd (Pembina Komunitas Ekonomi Kerakyatan)
Pokok
Pikiran yang disampaikan dalam:
Forum
Grup Diskusi Pembelajaran Ekonomi Kerakyatan Malang
Re-orientasi
Perekonomian Indonesia Berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945
Perekonomian
Indonesia hingga saat ini masih dibelenggu oleh sistem kapitalis-liberalisme. Roda
– roda perekonomian Indonesia mengacu pada Neo-Liberalism. Perilaku manusia Indonesia
saat ini telah mengarah pada homo-economicus
yang berorientasi pada pengutamaan kepentingan individu atau kita kenal sebagai
individualisme. Stiglitz (2002) menjelaskan bahwa peran negara dalam sistem
neoliberalisme diaktualisasikan dalam empat hal sebagai beriku: (1) pelaksanaan
kebijakan anggaran ketat, termasuk pengahapusan subsidi, (2) liberalisasi
sektor keuangan,(3) liberalisasi perdagangan dan (4) privatisasi BUMN. Berdasar
pada hal tersebut perlu kembali dipertanyakan terkait hakikat perekonomian
Indonesia sesuai dengan amandemen pasal 33 UUD 1945 ayat 1. Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluragaan.
Orientasi
perekonomian sebagaimana disebutkan
dalam pasal 33 ayat 1dijelaskan sebagai wadah gerakan ekonomi baik berwujud
BUMN, BUMS, maupun koperasi dalam
tatanan ekonomi harus disusun sebagai usaha bersama. Perekonomian
yang dimaksud dalam ayat (1) adalah gambaran koperasi sebagai soko guru
perekonomian nasional. Maka dari beberapa argumen mengenai kata “perekonomian”
dapat dijabarkan dalam satu kesimpulan yaitu perekonomian merupakan kegiatan
yang berisi interaksi para lembaga ekonomi (BUMN, BUMS, dan Koperasi) yang
berinteraksi secara bersama. Usaha bersama menjelaskan bentuk kerjasama para
lembaga ekonomi untuk membentuk kekuatan – kekuatan ekonomi menjadi suatu
kekuatan sinergi yang dahsyat, berdasar kebersamaan (mutuality) dan kekeluargaan ( brotherhood
), baik dalam dimensi mikro, makro, local, regional maupun mondial. Usaha
bersama adalah “mutual endeavor” dan
asas kekeluargaan adalah “brotherhood”.
Mutuality atau brotherhood seperti tertera dalam ayat 1 pasa 33 UUD 1945, tentu
bukan saja hanya untuk memberi sukma pada gerakan ekonomi Indonesia agar
memegang teguh nilai – nilai sosial mulia, yaitu menolong diri sendiri secara
bersama – sama (mutual self help) dan
kesetiakawanan ( solidarity ), tetapi juga untuk mengingatkan kepada kita agar
gerakan ekonomi tidak saja mengejar peningkatan “nilai tambah ekonomi “ bagi
rakyat tetapi juga sekaligus “nilai tambah sosio – kultural”. Pendekatan yang
dibutuhkan dalam mewujudkan gerakan ekonomi yang bernilai tambah ekonomi serta sosio kultural
bukan hanya pendekatan “partisipatif” tetapi juga pendekatan “emansipatif” (Swasono, 2010).
Co-operativism
merupakan bentuk desain gerakan ekonomi yang bertujuan menciptakan kemakmuran
bersama, kemartabatan emansipatif, solidaritas dan kemanusiaan yang adil dan
beradab. Co-operativism sebagai ciri
khas dalam ekonomi rakyat, ekonomi rakyat sebagaimana yang dipaparkan oleh
Prof. Mubyarto (2003) tentang konsep dan penggunaan istilah ekonomi rakyat dan
ekonomi kerakyatan sebagai berikut:
“ Ekonomi Rakyat
adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena merupakan
kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hokum, tidak secara
resmi diakui sebagai sector ekonomi yang berperanan penting dalam perekonomian
nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ia disebut sektor informal, “ underground economy” atau ‘extralegal sector’ .”
“ Ekonomi
kerakyatan menunjuk pada sila ke -4 Pancasila, yang menekankan pada sifat
demokrastis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia
produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga
masyarakat, dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil
dan merata (penjelasan pasal 33 UUD 1945) .
Definisi ekonomi
rakyat sebagai ekonominya wong cilik yang terikat pada tata ekonomi yang dianut
oleh Negara. Ekonomi kerakyatan yang mengacu pada sila ke – 4 Pancasila yang
menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Ekonomi kerakyatan
adalah watak atau tatanan ekonomi dimana pemilikan aset ekonomi harus
didistribusikan kepada sebanyak – banyaknya warga Negara. Pendistribusian aset
ekonomi kepada sebanyak – banyaknya warga Negara yang akan menjamin
pendistribusian barang dan jasa secara adil. Pemilikan aset ekonomi yang tidak
adil dan tidak merata mengakibatkan kegagalan pasar.
Ekonomi kerakyatan tidak bermaksud
mempertentangkan ekonomi besar dan ekonomi kecil. persoalan ekonomi kerakyatan
bukan mempertentangkan antara wong cilik dengan wong gedhe. Ekonomi kerakyatan
bukan ekonomi belas kasihan, bukan ekonomi penyantunan kepada kelompok
masyarakat yang kalah dalam persaingan. Ekonomi kerakyatan adalah tatanan
ekonomi dimana aset ekonomi dalam perekonomian nasional didistribusikan kepada
sebanyak – banyaknya warga Negara. Ekonomi kerakyatan adalah: (1) Tata ekonomi
yang dapat memberikan jaminan pertumbuhan out put perekonomian suatu Negara
secara mantap dan berkesinambungan dan dapat memberikan jaminan keadilan bagi
rakyat. (2) Tata ekonomi yang dapat menjamin pertumbuhan out put secara mantap
atau tinggi adalah tata ekonomi yang sumber daya ekonominya digunakan untuk
memproduksi jasa dan barang pada tingkat Pareto optimum. Tingkat Pareto optimum
adalah tingkat penggunaan faktor – faktor produksi secara maksimal dan tidak
ada faktor produksi yang menganggur atau idle.
(3) Tata ekonomi dapat menjamin Pareto optimum adalah tata ekonomi yang dapat
menciptakan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full employment) dan mampu menggunakan modal secara penuh. (4) Tata
ekonomi yang dapat memberikan jaminan keadilan bagi rakyat adalah tata ekonomi
yang pemilikan aset ekonomi nasional terdistribusi secara baik kepada seluruh
rakyat, sehingga sumber penerimaan (income)
rakyat tidak hanya dari penerimaan upah tenaga kerja, tetapi juga dari sewa
modal dan dividen. Secara ekonomis, dalam perekonomian kerakyatan, model income masyarakat adalah sebagai berikut:
Yi = W + π + iS,
Dimana Yi adalah income individu anggota masyarakat, W adalah penerimaan dari upah tenaga kerja, π adalah penerimaan dari dividen atau bagi sisa hasil usaha, I adalah tingkat sewa modal (misalnya
bunga deposito), dan S adalah jumlah
tabungan atau endowment yang
disewakan. Persamaan ekonomi di atas menjelaskan bahwa masyarakat bukan hanya
sebagai buruh dalam perekonomian tetapi juga pemilik atau memliki saham di
sektor produksi. Demikian ekonomi rakyat memegang kunci kemajuan ekonomi
nasional di masa depan, dan sistem ekonomi Pancasila merupakan “aturan main
etik” bagi semua perilaku ekonomi di semua bidang kegiatan ekonomi.
Tujuan
yang akan dicapai dari penguatan ekonomi kerakyatan adalah untuk melaksanakan
amanat konstitusi (UUD 1945), khususnya mengenai: (1) Perwujudan tata ekonomi
yang disusun sebagai usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan yang menjamin
keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia (pasal 33 ayat 1), (2)
perwujudan konsep Trisakti (berdikari dibidang ekonomi, berdaulat dibidang
politik, dan berkepribadian dibidang kebudayaan); dan (3) Perwujudan cabang –
cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup rakyat
banyak dikuasai oleh Negara (pasal 33 ayat 2), dan (4) Perwujudan amanat bahwa
tiap – tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
(pasal 27 ayat 2).
Redesign
Perekonomian Rakyat sesuai amandemen Pasal 33 ayat 1 UUD 1945.
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar “asas kekeluargaan”, maka di dalam usaha
swasta dan usaha BUMN pun harus hidup semangat usaha bersama dan asas
kekeluargaan. Kebersamaan (mutuality)
dalam ekonomi kerakyatan dapat diciptakan melalui bentuk Triple Co. Triple co
mengarah pada tiga prinsip utama yaitu coownership
(pemilikan bersama), co-determination
(penentuan / putusan bersama), dan co –
responbility (tanggung jawab bersama). Triple
Co harus disebarluaskan oleh badan usaha koperasi ke dalam badan usaha non
koperasi (BUMN dan swasta), sebagai gerakan partisipasi dan emansipasi
pembangunan. Prinsip “Triple Co”
menghindari apa yang disebut akuisisi kanibal atau wild take over. Dengan demikian semangat koperasi akan menyebar
luas dalam berbagai badan usaha.
Disamping itu Negara harus memampukan rakyatnya menjadi co-owner, antara lain dengan equity loan dan macam skema – skema
lain. BUMN – BUMN strategis dan badan – badan usaha swasta strategis seharusnya
dapat menghidupkan semangat kebersamaan usaha, sehingga terbentuklah brotherhood nasioanal (ukhuwah wathoniah)
secara ideal. Co– ownership merupakan
bentuk kepelimikan masyarakat, dimana semua masyarakat adalah pemilik dan
pemilik adalah masyarakat. Kedua dengan co
– determination dan co – responbility,
konsep ini menjelaskan bahwa masyarakat benar – benar ikut memiliki, bukan
hanya pada tingkatan stake holder
tetapi tingkatan share holder bidang
– bidang yang memungkinkan. Makro ekonomi menjelaskan kepemilikan rakyat dalam
perekonomian rakyat, dimana rakyat menjadi pelanggan dan pemilik.
Konsepsi
Triple Co mengarahkan ekonomi rakyat
solid terintegrasi dalam proses dan struktur ekonomi. Demokrasi ekonomi
Indonesia lebih terwujud karena Triple Co
menghadirkan mekanisme dan substansi ekonomi yang tidak hanya partispatori
tetapi sekaligus emansipatori. Triple co
memuat tujuan yang jelas, yaitu terintergrasinya ekonomi rakyat ke dalam
perekonomian nasional, usaha swasta dan BUMN. Triple Co merupakan strategi mekanisme kebersamaan dalam mengangkat
rakyat pada posisi substansial, tidak mereduksinya ke dalam posisi residual.
Daftar Pustaka
Mubyarto.2003. Menuju Sistem Ekonomi Pancasila: Reformasi
atau Revolusi. PUSTEP-UGM. 7 Oktober 2003.
Swarsono, Sri Edi.
2010. Indonesia dan Doktrin Kesejahteraan
Sosial - dari Klasikal dan Neoklasikal sampai ke The End of Laissez-Faire.
Jakarta: Perkumpulan Pra Karsa.
Comments
Post a Comment