Oleh : Isnawati Hidayah
Desa
Wisata, Pusat Kerajinan, One Village One Product (OVOP) merupakan contoh
kebijakan pemerintah dalam aglomerasi di daerah perkotaan maupun pedesaan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Desa Wisata Tingkir Lor adalah salah
satunya. Lima tahun silam, Desa Wisata Tingkir belum tepat disebut sebagai desa
wisata, karena kondisi fisik tata ruangnya belum tertata, belum dirancang
sebagaimana lokasi, belum ada kesamaan visi dan misi antara masyarakat dan
pemerintah dalam mewujudkannya,tidak ada master plan yang terstruktur dan “pas”
untuk kepariwisataan yang menonjolkan suasana khas pedesaan, sehingga belum
memiliki daya tarik bagi wisatawan sebagai destinasi wisata.. Program
Pemerintah Kota Salatiga untuk mengangkat Kelurahan Tingkir Lor menjadi Desa
Wisata Tingkir belum nampak sepenuhnya dilaksanakan, Pemerintah Kota Salatiga
terkesan belum serius menangani program ini, masyarakat belum sepenuhnya
tergerak untuk mendukung program ini. Sejak dihasilkan buku studi penyusunan
master plan dan detail engeenering pada tahun 2003, hingga 2010 belum
ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana kegiatan selanjutnya yang lebih
terstruktur dan terukur. Disatu sisi Pemerintah Kota Salatiga sedang berupaya
menggali potensi yang ada untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
namun pada sisi lain hasil studi kelayakan Desa Wisata Tingkir yang
merekomendasi Kelurahan Tingkir Lor layak sebagai Desa Wisata Tingkir belum
ditindaklanjuti secara optimal.
Apakah
hanya sebuah mimpi untuk memiliki Paris Van Salatiga?Tidak!
Paris van Salatiga? pernahkan kalian mendengarnya? Semua orang tahu kalau Kota Bandung terkenal dengan Paris
Van Java-nya.Karena dengan perkembangan model pakaiannya yang pesat dan selau update.Itu merupakan konsep yang
bisa diangkat dalam Desa Wisata Tingkir Lor ini. Apapun namanya, hal paling
terpenting adalah bagaimana masyarakat saling bahu membahu untuk mesukseskan
Desa Wisata ini, sehingga memberikan peluang usaha yang lebih baik untuk
perekonomian rakyat yang ada di Desa Tingkir Lordan sekitarnya.
Eiiitsss,,,tunggu dulu,Salatiga juga tidak mau kalah. Kota yang sejuk dan andap
asor ini juga memiliki
potensi seperti di kota bandung. Hanya saja
saat ini belum dikembangkan secara maksimal. Tahukah kalian tentang Tingkir lor?Tingkir adalah salah
satu desa di kota salatiga yang saat ini sedang di kembangkan menjadi desa
wisata.Kalian pasti bertanya-tanya,Bagaimana bisa?apakah ada gunung salju di
tingkir lor?danau ?laut?air terjun?kenapa bisa di sebut desa wisata?sabar
dulu,penjelasan dibawah ini akan menjawab rasa penasaran kalian.chek this out.Desa Wisata Tingkir lor merupakan desa kecil dan asri yang terletak di perbatasan
Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Sekilas memang tidak ada yang istimewa
dari desa ini. Hanya ada rumah-rumah penduduk,warung-warung kecil dan
surau-surau. Sama sekali tidak ada yang menarik. tapi jangan salah sangka dulu,
desa wisata tingkir lor memang bukan kawasan eco-tourism. Desa ini mendapat
gelar”Desa Wisata” karena mayoritas penduduknya memiliki UMKM dalam bidang
konveksi. Produksi merekapun dipasarkan ke beberapa daerah di Kalimantan,
Sulawesi, Bali, dan Sumatera. Mereka memproduksi sarung
bantal,taplak,seprei,celana kolor,babydoll,baju-baju batik dan masih banyak
lagi. Selain itu disana juga ada UMKM pembuat sapu ijuk, tempe, gula kacang,
krayon, tembikar dan lain-lain.
Pernahkah kalian jalan-jalan ke Pulau Bali?oleh-oleh apa
yanmg kalian paling gemari untuk sanak famili dirumah?pasti celana pantai
kan??? Perlu kalian tahu,untuk mendapatkan celana itu kita tidak perlu
jauh-jauh ke bali.Karena celan-celana yang di jajakan di sukowati dan pusat
oleh-oleh disana kebanyakan dari pulau jawa,khususya Tingkir lor. keren kan????
model-model celana,baby doll,baju santai,baju muslim,kebaya dari waktu ke
waktu semakin di improvisasi dan di modifikasi oleh para pengrajinnya. Tak
heran kalau produk mereka banyak menjadi tren di luar Pulau jawa.Tingkir lor
memang paris van Salatiga,
tidak kalah deh sama Kota Bandung.Saat ini sudah mulai dikembangkan
baju-baju,dress-dress yang modis dan stylist. Salah satunya di “Zensy
Famous” yang terletak di kawasan Tingkir.
Tapi sayangnya,dalam mengembangkan desa wisata ini memiliki
banyak sekali kendala. Seperti halnya: upaya pembangunan untuk menunjang
pencanangan desa wisata masih belum jelas, Tidak ada sarana dan prasarana
penunjang di daerah ini. Padahal, banyak potensi yang bisa dikembangkan sejalan
dengan pencanangan konsep belanja dan piknik. Paling tidak, upaya menyediakan
sarana prasarana yang ada di Tingkir Lor harus dibenahi, seperti jalan dan
pasar. Banyak orang memproyeksikan bahwa mewujudkan desa wisata di tempat itu dan
sekitarnya selalu gagal, karena di wilayah itu merupakan bagian dari konsep
sawah lestari. Artinya, lahan persawahan di Tingkir Lor tidak dapat diubah
untuk kepentingan lain, termasuk rencana dibentuknya kawasan wisata air.
Bersama saling menguatkan
2015, menjadi tahun yang luar biasa. Di tahun ini pemerintah
mengembangkan desa Tingkir Lor tersebut Desa Wisata Tingkir Lor. Pengembangan
Tingkir Lor sebagai Desa Wisata sudah ditetapkan dengan SK Walikota Nomor
556/349/2015 tentang Kelurahan Tingkir Lor sebagai Lokasi Pengembangan Desa
Wisata. Di desa ini, ada 135 UMKM yang mampu menyerap 1.100 tenaga kerja (BPS,
2013). Salah satu stakeholder yang berperan penting dalam terwujudnya Desa
Wisata Tingkir Lor adalah masyarakatnya yang saling bahu membahu dalam menguatkan
sektor UMKM di desa Tingkir Lor dan sekitarnya ini. Konsep Ekonomi
Kerakyatan”-lah mereka angkat dan junjung bersama dalam mengembangkan usaha
mereka. Sebelum menelaah lebih lanjut, mengenal apa itu Ekonomi Kerakyatan
menajdi hal yang sangat krusial. Karena “Tak Kenal maka Tak Sayang”, begitu
juga dengan konsep ekonomi yang unik ini atau sering kali disebut sebagai
“EKORA”. Ekonomi kerakyatan yang dielu-elukan sebagai
sistem perekonomian Indonesia dan diyakini sebagai identitas-karakter bangsa
Indonesia mulai menanggalkan taringnya. Sistem perekonomian yang “pernah”
menjadi tonggak sejarah perekonomian Indonesia ini juga sering disebut sebagai
ekonomi Pancasila. Karena terdapat keidentikan antara ekonomi kerakyatan dengan
ekonomi pancasila. Dimana ekonomi pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan
(instructional economics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan
Pancasila sebagai idiologi Negara yang kelima silanya, secara utuh maupun
sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang Indonesia (Budianto, 2011).
Ekonomi kerakyatan adalah suatu sistem ekonomi yang bersinggungan langsung
dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, dan tidak hanya menguntungkan beberapa
gelintir orang saja.
Secara ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi
definisi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis
kehidupan masyarakat lokal dalam mempertahan kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan
ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal
dalam mengelola lingkungan dan tanah mereka secara turun temurun. Aktivitas
ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi sub sisten antara lain pertanian
tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan
disekitar lingkungan alamnya serta kerajinan tangan dan industri rumahan.
Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan
berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi
kebutuhan hidup masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk
membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi
sumber daya alam yang ada.
Ekonomi
Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan
(Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31). Jika kita mengacu pada Pancasila
dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata
kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti
merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis
lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala
Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis.
Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat
lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi
dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan
anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah
koperasi”.
Perekonomian
berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang
banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan
orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan
yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.
Ini sangatlah miris, Indonesia yang memiliki banyak sumber daya alam dan
potensi, namun masih banyak masyarakatnya yang miskin dan terlantar.
Konsep-konsep inilah yang bisa diangkat dan disatupadukan oleh masyarakat yang
ada di Desa Tingkir Lor salah satunya dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Walaupun
berbagai program penanggulangan kemiskinan telah kita dilaksanakan, program 8
jalur pemerataan telah kita canangkan, tetapi ternyata semuanya tidak mampu
memecahkan masalah-masalah dimaksud yaitu mensejahterakan masyarakat. Oleh
sebab itu, yang kita butuhkan saat ini sebenarnya bukan program penanggulangan
kemiskinan, tetapi merumuskan kembali strategi pembangunan yang cocok, langkah
yang tepat sasaran, memberikan konsep yang jelas untuk kesejateraan bersama,
saling bahu membahu, saling gotong royong dan memberdayakan untuk Indonesia
untuk Indonesia. Kalau strategi pembangunan ekonomi yang kita tempuh benar,
maka sebenarnya semua program pembangunan adalah sekaligus menjadi program
penanggulangan kemiskinan.
Ekonomi
kerakyatan adalah tatanan ekonomi rakyat, sama halnya dengan ekonomi kapitalis
liberal atau ekonomi sosialis komunis. Ekonomi kerakyatan adalah watak atau
tatanan ekonomi dimana, pemilikan aset ekonomi harus didistribusikan kepada
sebanyak-banyaknya warga negara. Pendistribusian aset ekonomi kepada
sebanyak-banyaknya warga negara yang akan menjamin pendistribusian barang dan
jasa kepada sebanyak-banyaknya warga negara secara adil. Dalam pemilikan aset
ekonomi yang tidak adil dan merata, maka pasar akan selalu mengalami kegagalan,
tidak akan dapat dicapai efisiensi yang optimal (Pareto efficiency)
dalam perekonomian, dan tidak ada invisible hand yang
dapat mengatur keadilan dan kesejahteraan. (Mardi, 2001). Sehingga dalam
ekonomi kerakyatan, kesejahteraan anggota atau masyarakat menjadi factor yang
sangat penting. Bahkan dijadikan visi dalam menjalankan kegiatan ekonomi.
Kurang
pahamnya masyarakat mengenai apa itu ekonomi kerakyatan, menyebabkan “bagaimana
mencapainya?”pun menjadi pernyataan yang tabu. Profit oriented sudah menjadi
visi utama dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu sosialisasi dan
pengenalan “Apa itu Ekonomi Kerakyatan”, “Bagaimana mencapainya?” “Siapa saja
yang berperan?” perlu dilakukan secara umum dan menyeluruh.
Di Desa
Wisata Tingkir Lor, masyarakatnya kerap
kali berkumpul untuk sharing bisnis, Pengajuan dana, saling berbagi skill
tentang pembukuan hingga manajemen. Walaupun bukan asas kekeluargaan yang
diimplementasikan dalam kegiatan produksi, namun esensi ekonomi kerakyatan dari
masyarakatnya lenih terasa bagaimana mereka saling bahu membahu dan gotong
royong untuk menguatkan sektor ekonomi rakyat yang ada di kawasan ini.
Daftar
Pustaka :
Comments
Post a Comment