.
Ekonomi
kerakyatan yang dielu-elukan sebagai sistem
perekonomian Indonesia dan diyakini sebagai identitas-karakter bangsa Indonesia
mulai menanggalkan taringnya. Sistem perekonomian yang “pernah” menjadi tonggak
sejarah perekonomian Indonesia ini juga sering disebut sebagai ekonomi
Pancasila. Karena terdapat keidentikan antara ekonomi kerakyatan dengan ekonomi
pancasila. Dimana ekonomi pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan
(instructional economics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila
sebagai idiologi Negara yang kelima silanya, secara utuh maupun
sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang Indonesia (Budianto, 2011).
Ekonomi kerakyatan adalah suatu sistem ekonomi yang bersinggungan langsung
dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, dan tidak hanya menguntungkan beberapa
gelintir orang saja.
Secara
ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah
ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat lokal dalam
mempertahan kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan berdasarkan
pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal dalam mengelola lingkungan dan
tanah mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait
dengan ekonomi sub sisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan,
perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar lingkungan alamnya
serta kerajinan tangan dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut
dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan
untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sendiri. Kegiatan
ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga
tidak mengekploitasi sumber daya alam yang ada.
Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli
disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat,
1930: 31). Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan
pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan
sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi
sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain
adalah demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi
yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang
demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua
untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab
itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi
ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh
negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa
dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai
hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Ini sangatlah
miris, Indonesia yang memiliki
(Mardi,
2001) menyatakan bahwa ada 4 (empat) alasan mengapa ekonomi kerakyatan perlu
dijadikan paradigma baru dan strategi batu pembangunan ekonomi Indonesia.
Keempat alasan, dimaksud adalah:
1.
Karakteristik Indonesia
Pengalaman
keberhasilan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Brazil, meniru konsep
pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika,
ternyata bagi negara-negara berkembang lainnya, yang menerapkan konsep yang
memberikan hasil yang berbeda. Dengan mengandalkan dana pinjaman luar negeri
untuk membiayai pembangunan, mengandalkan investasi dari luar negeri,
memperkuat industri substitusi ekspor, selama dua sampai tiga dasawarsa memang
berhasil mendorong pertumbuhan output
nasional yang cukup tinggi dan memberikan lapangan kerja cukup luas bagi
rakyat. Walaupun Indonesia pernah dijuluki sebagai salah satu dari delapan
negara di Asia sebagai Asian Miracle
atau negara Asia yang ajaib, karena tingkat pertumbuhan ekonominya yang cukup
mantap selama tiga dasa warsa, tetapi ternyata sangat rentan dengan terjadinya supply shock. Krisis mata uang Bath di Thailand, ternyata dengan cepat
membawa Indonesia dalam krisis ekonomi yang serius dan dalam waktu yang amat
singkat, ekonomi Indonesia runtuh.
Fakta
ini menunjukkan kepada kepada kita, bahwa
konsep dan strategi pembangunan ekonomi yang berhasil diterapkan di
suatu negara, belum tentu akan berhasil bila diterapkan di negara lain. Teori
pertumbuhan Harrod-Domar, teori
pertumbuhan Rostow, teori pertumbuhan
David Romer, teori pertumbuhan Solow, dibangun dari struktur masyarakat
pelaku ekonomi yang berbeda dengan struktur ekonomi masyarakat Indonesia.
Setiap teori selalu dibangun dengan
asumsi-asumsi tertentu, yang tidak semua negara memiliki syarat-syarat yang
diasumsikan. Itulah sebabnya, untuk membangun ekonomi Indonesia yang kuat,
stabil dan berkeadilan, tidak dapat menggunakan teori generik yang ada. Kita harus merumuskan konsep pembangunan
ekonomi sendiri yang cocok dengan tuntutan politik rakyat, tuntutan konstitusi
kita, dan cocok dengan kondisi obyektif dan situasi subyektif kita.
2.
Tuntutan Konstitusi
Walaupun
rumusan konstitusi kita yang menyangkut tata ekonomi yang seharusnya dibangun,
belum cukup jelas sehingga tidak mudah untuk dijabarkan bahkan dapat
diinterpretasikan bermacam-macam (semacam ekonomi bandul jam, tergantung siapa
keyakinan ideologi pengusanya); tetapi dari analisis historis sebenarnya makna
atau ruhnya cukup jelas. Ruh tata
ekonomi usaha bersama uang berasas kekeluargaan adalah tata ekonomi yang
memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk berpartisiasi sebagai pelaku
ekonomi. Tata ekonomi yang seharusnya dibangun adalah bukan tata ekonomi yang
monopoli atau monopsoni atau oligopoli. Tata ekonomi yang dituntut konstitusi
adalah tata ekonomi yang memberi peluang kepada seluruh rakyat atau warga
negara untuk memiliki aset dalam ekonomi nasional. Tata ekonomi nasional adalah
tata ekonomi yang membedakan secara tegas barang dan jasa mana yang harus
diproduksi oleh pemerintah dan barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh
sektor private atau sektor non pemerintah. Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi,
walaupun dalam penjelasan pasal 33 dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi,
tetapi tentu harus menyesuaikan dengan
perkembangan masyarakat dan lingkungan.
3.
Fakta Empirik
Dari
krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan kejatuhan nilai tukar
rupiah terhadap dolar, ternyata tidak sampai melumpuhkan perekonomian
nasional. Bahwa akibat krisis ekonomi,
harga kebutuhan pokok melonjak, inflasi hampir tidak dapat dikendalikan, ekspor
menurun (khususnya ekspor produk manufaktur), impor barang modal menurun,
produksi barang manufaktur menurun, pengangguran meningkat, adalah benar.
Tetapi itu semua ternyata tidak berdampak serius terhadap perekonomian rakyat
yang sumber penghasilannya bukan dari menjual tenaga kerja.
Usaha-usaha
yang digeluti atau dimiliki oleh rakyat banyak yang produknya tidak menggunakan
bahan impor, hampir tidak mengalami goncangan yang berarti. Fakta yang lain,
ketika investasi nol persen, bahkan ternjadi penyusutan kapital, ternyata
ekonomi Indonesia mampu tumbuh 3,4 persen pada tahun 1999. Ini semua
membuktikan bahwa ekonomi Indonesia akan kokoh kalau pelaku ekonomi dilakukan
oleh sebanyak-banyaknya warga negara.
4.
Kegagalan Pembangunan Ekonomi
Pembangunan
ekonomi yang telah kita laksanakan selama 32 tahun lebih, dilihat dari satu
aspek memang menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik. Walaupun dalam periode
tersebut, kita menghadapi 2 kali krisis ekonomi (yaitu krisis hutang Pertamina
dan krisis karena anjloknya harga minyak), tetapi rata-rata pertumbuhan ekonomi
nasional masih di atas 7 persen pertahun. Pendapatan perkapitan atau GDP
perkapita juga meningkat tajam dari 60
US dolar pada tahun 1970 menjadi 1400 US dolar pada tahun 1995. Volume dan
nilai eksport minyak dan non migas juga meningkat tajam. Tetapi pada aspek
lain, kita juga harus mengakui, bahwa jumlah penduduk miskin makin meningkat,
kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk dan atar daerah makin lebar,
jumlah dan ratio hutang dengan GDP juga meningkat tajam, dan pemindahan
pemilikan aset ekonomi dari rakyat ke sekelompok kecil warga negara juga
meningkat.
Walaupun
berbagai program penanggulangan kemiskinan telah kita dilaksanakan, program 8
jalur pemerataan telah kita canangkan, tetapi ternyata semuanya tidak mampu
memecahkan masalah-masalah dimaksud. Oleh sebab itu, yang kita butuhkan saat
ini sebenarnya bukan program penanggulangan kemiskinan, tetapi merumuskan
kembali strategi pembangunan yang cocok untuk Indonesia. Kalau strategi
pembangunan ekonomi yang kita tempuh benar, maka sebenarnya semua program
pembangunan adalah sekaligus menjadi program penanggulangan kemiskinan.
Ekonomi
kerakyatan adalah tatanan ekonomi rakyat, sama halnya dengan ekonomi kapitalis
liberal atau ekonomi sosialis komunis. Ekonomi kerakyatan adalah watak atau
tatanan ekonomi dimana, pemilikan aset ekonomi harus didistribusikan kepada
sebanyak-banyaknya warga negara. Pendistribusian aset ekonomi kepada
sebanyak-banyaknya warga negara yang akan menjamin pendistribusian barang dan
jasa kepada sebanyak-banyaknya warga negara secara adil. Dalam pemilikan aset
ekonomi yang tidak adil dan merata, maka pasar akan selalu mengalami kegagalan,
tidak akan dapat dicapai efisiensi yang optimal (Pareto efficiency) dalam perekonomian, dan tidak ada invisible hand yang dapat mengatur keadilan dan kesejahteraan. (Mardi,
2001). Sehingga dalam ekonomi kerakyatan, kesejahteraan anggota atau masyarakat
menjadi factor yang sangat penting. Bahkan dijadikan visi dalam menjalankan
kegiatan ekonomi.
Kurang
pahamnya masyarakat mengenai apa itu ekonomi kerakyatan, menyebabkan “bagaimana
mencapainya?”pun menjadi pernyataan yang tabu. Profit oriented sudah menjadi
visi utama dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu sosialisasi dan
pengenalan “Apa itu Ekonomi Kerakyatan”, “Bagaimana mencapainya?” “Siapa saja
yang berperan?” perlu dilakukan secara umum dan menyeluruh.
(Isnawati Hidayah)
Comments
Post a Comment